Dilihat sepintas, dua hal ini terasa saling berseberangan. Di satu sisi harus berada di dalam system untuk memastikan semua sistem berjalan sesuai standar sementara di sisi lain harus meng"create" kesan bahwa semua baik-baik saja atau bahkan mendekati sempurna.
Itulah dimensi mutu yang sebenarnya. Tidak akan ada kesempurnaan untuk setiap langkah yang dilakukan sebab selalu ada ruang untuk melakukan perbaikan. Saat kualitas sudah ditingkatkan akan selalu ada pelanggan yang minta lebih dipuaskan. Terus menerus dan terus menerus sebab hakikatnya institusi yang baik bukanlah institusi yang tak pernah salah. Instiusi yang baik justru belajar dari kesalahan untuk peningkatan di masa yang akan datang. Prinsip Continuous Quality Improvement alias peningkatan kualitas berkelanjutan menjadi penyeimbang saat terlalu banyak komplain yang harus ditangani.
Itulah perubahan menuju arah yang baik. Semua masukan dan komplain bahkan kadang hujatan menjadikan pekerjaan menyusun rancangan mutu menjadi lebih tertata. Begitu pula sebaliknya, kualitas yang disusun dengan menerapkan standar demi standar memunculkan rasa percaya bahwa bukanlah sebuah "dosa besar" mencitrakan institusi ini sebagai institusi yang baik. Pencitraan yang begini tidak lagi sekedar omong kosong karena tahu persis bahwa ada proses untuk peningkatan kualitas di setiap janji untuk memperbaiki diri. Ada jaminan untuk upaya perbaikan kinerja.
Saat sudah demikian, maka Mutu dan Pencitraan tentulah bukan dua hal dikotomis namun justru menjadi sinergi yang saling menguatkan. Allahu a'lam.