12 Mei 2022
Mengantarkan RS untuk Akreditasi
Paripurna adalah pengalaman yang sangat berharga bagiku. Aku adalah seorang
ahli gizi yang mendapat pendidikan tambahan di fakulatas kesehatan masyarakat
dan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Di dalam hirarki pelayanan kesehatan, tidak
sering seorang ahli gizi memperoleh kesempatan seperti yang aku terima. Boro-boro dipercaya menjadi ketua tim akreditasi,
menjadi seorang champion di luar bidang
gizi pun sebenarnya merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa.
Itu sebabnya, aku mengawali tugas
menjadi ketua akreditasi dengan segenap
ketidakyakinan. Sekitar tahun 2012, jika aku menengok ke kanan dan ke kiri, tak
pernah ada kutemui sesama ahli gizi dalam training-training yang mempersiapkan
menjadi tim akreditasi RS. Sebagian besar partner pelatihanku adalah dokter
spesialis, direktur RS, atau dokter umum dengan pendidikan tambahan manajemen
RS.
Aku ingat sebuah pernyataan dari
seorang jangkar yang menyebutkan bahwa untuk menjadi ketua tim akreditasi,
setidaknya seseorang mantan ketua komite medis. Duh, itu sangat jauh panggang
dari api untuk diriku. Aku bukan semua apa yang disebutkan itu. Maka, kalo aku terlihat percaya diri dan
memegang kendali dalam memimpin tim akreditasi sungguh itu adalah hasil dari sebuah perjuangan melawan
diri sendiri yang sangat menguras energi. Apalagi, pada dasarnya, aku adalah
seorang pembelajar yang biasanya agak malu-malu atau sungkan untuk
mengekspresikan diri. Aku lebih nyaman bekerja di belakang layar,
mendesain sesuatu, mengusulkanya agar
dilaksanakan dan kemudian aku mengamati proses bergulir.
Awalnya aku menganggap ini semua adalah
kelemahanku. Kelemahan terbesarku. Namun, belakangan, aku mulai melihat bahwa ternyata
Allah SWT memberikan ini sebagai karunia yang sangat besar. Aku diberi
kesempatan untuk belajar langsung melalui langkah-langkah yang tidak akan
pernah kuperoleh jika aku hanya diberi tugas yang biasa-biasa saja. Maka,
proses mengantarkan tim akreditasi RS menjadi champion pelaksana untuk
terwujudnya RS yang teakreditasi PARIPURNA adalah menjadi salah satu prestasi.
Proses itu yang ingin kuceritakan
di sini. Semoga nanti menjadi inspirasi bagi orang lain. Tidak harus ahli gizi
juga sih, tapi sekiranya ada ahli gizi
yang juga memiliki step mirip denganku,
aku berharap dirimu akan berprestasi melampaui apa yang telah kulakukan ini.
Aku, meyakini sepenuhnya, bahwa kamu pasti bisa.
Sekitar tahun 2012 itu, aku
memberanikan diri memimpin tim. Mengatur beberapa hal, “memaksa” beberapa
situasi. Mulai dari pemilik hingga staf
yang paling ujung. Semuanya harus dilibatkan sebagai tim akreditasi. Aku memulai
dengan melanjutkan mengelola champion-champion yang sudah dibangun oleh wakil
direktur sebelum kemudian beliau berangkat sekolah. Aku memulai dengan
mengakses tim yang sejajar denganku atau lebih muda dariku. Memaksa mereka
untuk “mengajar” para senior dan dokter-dokter. Aku terus mengedifikasi mereka
di hadapan para dokter ahli, hingga akhirnya semua dokter ahli itu percaya
bahwa mereka memang champion yang layak untuk diikuti.
Kenapa pantas diikuti? Karena
mereka sudah lebih dulu belajar. Itu saja yang membedakan. Jika pada akhirnya
para dokter ahli itu juga tertarik untuk menjadi champion, ikuti saja
prosesnya. Belajar. Kesempatan selalu diberikan,
Kini, 2022, 10 tahun kemudian, jika
aku menengok ke kanan dan ke kiri, aku mulai melihat bahwa beberapa partner
terbaik sedang mengerjakan belajar akreditasi. Ada di antara mereka orang-orang
yang tadinya aku pikir sulit dijangkau. Aku pikir tidak akan bisa menerima bahwa aku telah mendahului mereka belajar
mengenai implementasi mutu. Mereka semua adalah alasan mengapa aku sering merasa rendah diri karena merasa tidak layak
untuk memimpin. Aku tidak sekualified itu.
Namun taqdir telah menempatkan aku
dalam posisi itu. Menjadi seorang kakak bagi adek-adeknya. Perlahan tapi pasti
ternyata aku telah memberi kesempatan dan ruang untuk mereka bergerak dan
meraih lebih tinggi. Kadang-kadang aku merasa bahwa lompatan yang mereka buat
jauh lebih besar dan lebih indah. Mereka jauh lebih smart dariku. Itu
kenyataannya. Namun, aku tidak melupakan karunia, bahwa sebagai staf aku telah
dipercaya (memimpin tim mencapai PARIPURNA) dan aku pun telah mempercayai staf agar mereka bisa menjadi
pemimpin bagi timnya. Itu bukan kerja sendirian, itu adalah hasil kerja tim.
Namun, aku boleh memiliki sejarah itu menjadi portofolio bagiku.
Allahu a’lam bishowab.